KISAH EPIK PENGISLAMAN PULAU JAWA INDONESIA
KISAH PENGISLAMAN DI PULAU JAWA
SEJARAH BANTEN RANTE - RANTE
( SBRR )
KISAH PENGISLAMAN PULAU JAWA- Sejarah Banten Rante- Rante merupakan sebuah naskah berisi
kumpulan mitos dan legenda dari bagian-bagian tertentu dalam sejarah Banten. Sejarah Banten, merupakan nama sekumpulan
karya sastra sejarah tradisional berbentuk babad, yang menceritakan sejarah
Kesultanan Banten; yaitu sejak kedatangan Syarif Hidayatullah dan Maulana
Hasanuddin ke Banten hingga mendekati masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.
Pada umumnya
naskah-naskah Sajarah Banten menggunakan bahasa Jawa dengan aksara Jawa atau
huruf Arab Pegon; namun ada pula yang menggunakan bahasa Melayu dengan aksara
Latin, serta bahasa Sunda dan aksara Sunda. Sebagian besar naskah-naskah
tersebut berbentuk tembang, dan sebagian kecil berbentuk gancaran (prosa). P.A.
Hoessein Djajaningrat berpendapat bahwa naskah-naskah Sajarah Banten tersebut
ditulis antara kurun 1662/1663 hingga + 1725, tetapi versi bahasa Melayunya
yang berbentuk prosa masih ditulis hingga akhir abad ke-18.[2] Saat ini
diketahui setidaknya terdapat 32 naskah Sajarah Banten dan sejenisnya yang
tersebar di berbagai tempat penyimpanan, baik di dalam maupun di luar negeri.
BIOGRAFI SUNAN GUNUNG JATI
Sunan Gunung Jati lahir di Pasai. Ketika kota ini direbut
orang Portugis, tahun 1521 , ia pergi ke Mekkah dan belajar di sitil selama dua
atau tiga tahun. Waklu pulang ke Indonesia, ia mungkin singgah di Pasai tetapi
cepat pindah ke Jepara. la memperistrikan adik Pangeran Trenggana, Sultan Demak,
lalü ke Jawa Barat dan merebut kota Banten. Dengan bantuan bala tentara dari
Demak, ia juga merebut kota Sunda Kelapa tahtın 1527 , lalü ikut serta
dalam serangan Demak atas Pasuruan
tahtın 1546, dan akhirnya menetap di Cirebon Di kota itulah ia meninggal
sekitar tahtın 1570.
Beliau dikenal dengan
beberapa namaz Said Muhammad Nurullah, Syarif Hidayatullah, Falatehan dan Tagaril.
la adalah tokoh utama sejarah pengislaman Jawa Barat dan ia juga pendiri
Kerajaan İslam Banten, namun putranyalah' Maulana Hasanuddin (1552-1570) yang
dipandang sebagai raja İslam pertama di Banten oleh historiografi Jawa.
Hasanuddin meneruskan jasa ayahnya, hingga meninggal tahtın 1570, yaitu kiranya
pada tahtın yang sama dengan ayahnya (Djajadiningrat 1983:214).
Sunan Gunung Jati
adalah "seorang yang keramat, yang bapaknya berasal dari Yamani dan ibunya
dari Banisrail (Djajadiningrat 1983133). (Nama Banu Israil digunakan dalam
al-Qur' an unluk menunjuk bangsa
Yahudi.) Tokoh ini sangat populer sarnpai hari ini, kisah - kisah tentang riwayat hidup beliau sangat
banyak. Bahkan sosok potretnya dalam tradisi Jawa mungkin sekali memadukan
kisah tentang beberapa tokoh berbeda. Kalau
berbagai legenda ini dibandingkan dengan kesaksian beberapa penulis Portugis (salah satunya,
Fernao Mendes Pinto, ikut dalam perang
melawan Pasuruan tahtın 1546) maka dapat disaring beberapa elemen biografi Sunan Gunung Jati.
TAREKAT SUNAN GUNUNG JATI
Dalam tulisan sebuah buku yang berjudul Hikayat Hassanuddin,
buku yang menceritakan secara singkat
terkait Sunan Gunung Jati dan Hassanudin yang melaksanakan ibadah haji ( melakukan proses
ritual ) . Namun kisah didalam buku ini lebih mengutamakan pelajaran/ hikmah
kedua tokoh Islam ini dalam berbagai tarekat yang mereka miliki.
Disebut nama dua guru Sunan Gunung Jati, yaitu Najmuddin
al-kubra di Mekkah dan ibn Ata’illah al-Shadhili di Madinah, Informasi ini jelas salah karena
al-kubra ( 1145-1221 ) tidak mengajar di makkah melainkan di Khawarazm,di Asia
Tengah, bahkan jauh sebelumnya, pada abad nformasi pada abad ke- 12 dan ke-13,
sedangkan Ibn Ata’illah (Ob. 1309/ 10) mengaiar di Mesir pada abad ke-13.
Selain itu, dalam hal ini SBRR saita, karena bagian yang terdapat
dalam hikayat hasanuddin mengutip siIsilah rohani Najmuddin al-Kubrá, berupa
nama 10 orang syekh antara al-kubra dan Nabi Muhammad, ditambah lagi nama ke-27
murid yang konon belajar bersama Sunan Gunung Jati. Dari guru yang kedua, Ibn
'A(ä'illâh, dikatakan bahwa Sunan (Gunung Jati dibaiatnya dalam tarekat
Syadhiliyah, Syattariyah dan Naqsyabandiyah.
Van Bruinessen (1994) yang menjadi sumber segala keterangan
tentang tarekat di sini telah menelaah dan mengindentifikasi semua tokoh
tersebut. Mereka sebenarnya tidak sezaman dengan Sunan Gunung Jati, malah tidak
sezaman satu sama lain, tetapi pengutipan nama mereka dalam SBRR membuktikan
bahwa tarekat Kubrawiyah berikut sejarahnya dikenal dengan cukup mendalam di
Banten pada waktu teks tersebut disusun, yaitu sekitar tahun 1700. Selanjutnya
van Bruinessen menelusuri berbagai jejak tarekat dalam sejarah Islam di Indonesia.
Sunan Gunung Jati melaksanakan ibadah haji sebanyak dua kali. Pertama kalinya ia pergi seorang
diri dan sehabis melakukan ritual ibadah haji ia dibaiat dalam kelima tarekat
di atas.
Kali kedua, ia membimbing putranya, Hasanuddin,
naik haji dan kemudian di Madinah,
dalam tarekat Naqsyabandiyah. Beberapa waktu kemudian Hasanuddin berumur 20 tahun.
Dalam tulisan Iain, vanBruinessen (1992:43-45) mencatat bahwa episode Hasanuddin
dibaiat dalam tarekat Naqsyabandiyah tidak diceritakan Sajarah Banten versi
1662, tetapi ada dalam versi 1725, dengan kesimpulan bahwa tarekat tersebut
rupanya menjadi tersohor di Banten antara kedua
itu. Memang diketahui bahwa Naqsyabandiyah disebarkan di Indonesia mulai
paruh kedua abad ke-17.
Masih perlu dijelaskan mengapa Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin,
yang hidup lama sebelum periode tersebut, diceritakan pembaiatannya dalam berbagai
tarekat. Selama periode 1662-1725 (masa ditulisnya SBRR), Banten di bawah pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa (mem. 16511682), telah menjadi sebuah pusat pengajaran agama
Islam yang terkenal, yang berorientasi ke Mekkah dan yang secara mantap
berhubungan dengan Mekkah dan Madinah.
Itulah juga periode kehadiran dan pengaruh Syekh Yusuf al-Makasari (ia tiba di
Banten sekitar tahun 1670, juga periode pertikaian antara Sultan Ageng dan
putranya (yang kemudian menjadi Sultan Haji), yang akan berakibat intervensi
Belanda serta penangkapan Sultan Ageng dan Syekh Yusuf tahun 1683. Syekh Yusuf
pernah dibaiat dalam 10 tarekat lebih, khususnya dalam Naqsyabandiyah dan
Khalwatiyah. la bahkan bergelar Al-Taj al-Khalwati (Mahkota tarekat
Khalwatiyah).
Teks sejarah yang ditulis selama periode konflik politik
sering merupakan usaha legitimasi atau usaha membuktikan suatu kejadian.
Disebutnya beberapa tarekat, khususnya Naqsyabandiyah dan Khalwatiyah dalam
SBRR dan karangan Hikayat Hasanuddin, mungkin bertujuan mengutamakan Sunan
Gunung Jati dan Hasanuddin atas Syekh Yusuf dalam pengetahuan (dan barangkali
penyebaran) tarekat tersebut.
KESIMPULAN
Petikan H 126-144. Sunan Gunung Jati, aslinya Said Muhammad sebagai suatu rahasia. Kisahnya sebagai berikut. Waktu berumur 15 tahun, ia didesak oleh keluarganya agar menggantikan ayahnya yang sudah wafat, ia berkeberatan. Pada suatu malam, ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad, yang menyuruh ia naik haji clan berguru "kepada segala orang muhaqqiq dan saleh"
Maka ia berangkat dengan bekal seribu dinar pemberian ibunya.
Di tengah jalan, ia dicekal oleh pembegal Yahudi, namun mereka dibuatnya masuk
Islam (Ian mengikutnya. Setibanya di Mekah, sambil menanti waktu naik haji, ia
bergurll pada al-imam Najmuddin al-Kabiri [Najmuddïn al-Kubrä]. Sisilah sufi
tokoh ini diuraikan, lalu murid-murid seperguruan didaftarkan. Oleh gurunya ia
dinamakan Syekh al-Madzkurullah, diberikan sebuah khirqah (jubah seorang sufi)
dan disuruh naik haji serta berguru selama 20 tahun. la mula-mula diajari
tarekat Naqsyabandiyah, lalu berguru selama 22 tahun pada Ibn Ata'ullah
al-Shadzili [Ibn 'Atä'illãh al-lskandarï al Shãdhilï] dan diajari tarekat
Syattariyah, lalu diberi nama Said Syekh Nurullah.
Pada suatu malam, ia bermimpi bertemu lagi dengan Nabi
Muhammad, yang menyuruh ia pergi ke
Pasai dan berguru pada Datuk Bahrul, lalu pergi
ke Tanah Jawa untuk mengislamkan orang Jawa. Maka berangkatlah ia.
Di tengah jalan ia bertemu dengan dua
pandita yang ikut menemaninya sampai ke
Bukit Selan.
Setibanya di Pasai, ia berguru pada Datuk Bahrul, yang mengajarinya tarekat Khalwatiyah. La meneruskan perjalanannya ke Cirebon, namun "jatuh ke negeri Keling". la bertemu seorang Keling yang menunggui keranda rajanya. Orang Keling itu diajarkannya masuk Islam, kemudian ia berjalan lagi sampai ke Gunung Jati di Cirebon. Di sana ia berguru pada Datuk Panjunan, yaitu Maulana Baghdad yang disebut pada awal kisah ini.
Petikan h. 36-38. Waktu Maulana Hasanuddin, anaknya Sunan
Gunung Jati, sampai umur tujuh tahun, ia dibawa oleh ayahnya naik haji: cukup
dibungkus dalam sebuah selendang, beberapa lama lagi sudah berada di Mekkah. la
diajari semua rukun haji, kemudian "ziarah kepada Nabi Allah Rhidir",
lalu ke Madinah dan dibaiat dalam tarekat Naqsyabandiyah. Kemudian bersama-sama pulang ke Jawa lewat tanah
Minangkabau.
Itulah bebrapa ulasan tentang SBBR ( Sejarah Banten Rante –
Rante ) yang menjelaskan tentang salah satunya
Haji Mangsur, sebagaimana disampaikan C. Snouck Hurgronje dan J.L.A.
Brandes
bagian- bagian tertentu dalam sejarah Banten.
- Sajarah Banten Kecil, atau nama tersendirinya Wawacan Sajarah
Haji Mangsur, sebagaimana disampaikan C. Snouck Hurgronje dan J.L.A.
Brandes
- Sajarah Banten Rante-Rante; berisi kumpulan mitos dan legenda dari\
bagian- bagian tertentu dalam sejarah Banten.
- Hikayat Hasanuddin; yaitu versi bahasa Melayu dari bagian tertentu
Posting Komentar untuk "KISAH EPIK PENGISLAMAN PULAU JAWA INDONESIA"